T dilaporkan melakukan pembabatan hutan mangrove seluas 1 hektare untuk keperluan usaha panglong arang miliknya. Aktivitas tersebut dilakukan tanpa izin resmi serta tanpa rekomendasi dari pemerintah desa maupun Kelompok Mangrove Bersatu. Dugaan pelanggaran ini dianggap melanggar UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Terduga pelaku T merupakan sosok berpengaruh secara politik, memiliki istri yang saat ini masih aktif sebagai anggota DPRD Kepulauan Meranti. Dalam penyelidikan, polisi telah memanggil sejumlah saksi, antara lain Kepala Desa Maini Muhammad Syafuan, Ketua Kelompok Mangrove Bersatu Rifai, serta dua saksi lapangan, Asmadi dan Sabar. Namun, T tidak hadir dalam pemanggilan pertama dengan alasan kesibukan di kantor notaris miliknya.
Kejadian berlangsung di kawasan HPT Desa Maini, Kecamatan Tebing Tinggi Barat, Kabupaten Kepulauan Meranti. Meski proses hukum sudah bergulir sejak beberapa waktu lalu, hingga berita ini diturunkan belum ada perkembangan berarti pasca-pemanggilan pertama terhadap terduga pelaku.
Kawasan mangrove yang dirusak memiliki peran vital dalam menjaga keseimbangan ekosistem pesisir dan mencegah abrasi. Pembabatan tanpa izin ini menimbulkan kekhawatiran luas dari masyarakat dan aktivis lingkungan yang menuntut penegakan hukum tanpa pandang bulu.
Hingga kini belum ada kejelasan apakah akan dilakukan pemanggilan ulang terhadap T atau langkah hukum lanjutan lainnya. Polres Kepulauan Meranti belum mengeluarkan pernyataan resmi soal langkah berikutnya. Sementara itu, desakan publik agar aparat bertindak tegas terus menguat demi keadilan dan kelestarian lingkungan di wilayah tersebut.
(Tls)