Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa T memilih lokasi di gang SukaJadi, Desa Maini, untuk mendirikan usaha panglong arang. Namun, aktivitas pembukaan lahan tersebut melanggar aturan karena berada di kawasan HPT. Lebih dari satu hektare hutan mangrove dilaporkan telah dirusak sebelum aktivitas itu dihentikan, kamis, (23/1/2025)
Ketua Kelompok Mangrove Maju, Rifai, menyatakan bahwa T telah mengakui kesalahannya dan berjanji mengganti mangrove yang telah dibabat. “T berkomitmen mengganti mangrove yang dirusak dengan bekerja sama dengan pihak kehutanan pada Juli 2024,” ujar Rifai.
Namun, pada awal 2025 awak media teamlibas.com kembali menanyakan Perkembangan terkait janji Reboisasi, Rifai melalui pesan WhatsApp menyebutkan bahwa bibit mangrove untuk reboisasi telah diserahkan oleh pihak kehutanan kepada kelompoknya.
Untuk mengklarifikasi jawaban Rifai, tim media mendatangi kediaman Kepala Desa Maini, Muhammad Syafuan. Dalam wawancara, Syafuan menegaskan bahwa pihak Desa tidak mengetahui aktivitas pembabatan hutan tersebut sejak awal. Ia juga membantah adanya rekomendasi atau keterlibatan pihak desa dalam aktivitas tersebut.
“Ketemu saja Ketua Kelompok Kecil yang rumahnya tak jauh dari lokasi mangrove itu,” ujar Syafuan.
Tim media kemudian mengunjungi kediaman Asmadi, Ketua Kelompok Kecil yang menjaga kawasan mangrove itu dari turun temurun. Dalam wawancara, Asmadi menyebut bahwa hingga saat ini, bibit mangrove untuk reboisasi belum ada diserahkan oleh pihak Kehutanan sesuai ucapan Rifai. Ia juga mengungkapkan bahwa Kepala Desa Maini sebenarnya mengetahui aktivitas pembabatan sejak awal.
“Tidak ada bibit mangrove dari kehutanan yang diserahkan. Soal Kepala Desa, dia tahu kegiatan ini sejak awal karena saya pernah menemani T bertemu dengannya untuk membahas usaha panglong arang,” ungkap Asmadi.
Pernyataan Asmadi ini bertentangan dengan klaim Rifai, sehingga menimbulkan dugaan bahwa Rifai mungkin diarahkan oleh T untuk memberikan informasi yang tidak sesuai fakta.
Kasus ini menyoroti pelanggaran serius terhadap regulasi kehutanan. Pembabatan hutan mangrove di kawasan produksi terbatas (HPT) melanggar Undang-Undang Kehutanan, di mana mangrove memiliki peran penting dalam menjaga ekosistem pesisir dan mencegah kerusakan lingkungan.
Masyarakat mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk segera melakukan penyelidikan menyeluruh guna mengungkap fakta sebenarnya. Jika terbukti melanggar hukum, pihak-pihak yang terlibat harus diberikan sanksi tegas sesuai peraturan yang berlaku.
Kasus ini diharapkan menjadi peringatan bagi semua pihak agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.
Editor: Tls