Teamlibas.com /Dugaan Reklamasi Siluman di Tj. Uma, Lubuk Baja, Kota Batam, Kepri menjadi Sorotan Publik, Perizinan Pelaksanaan Dan izin Lokasi Menjadi Tanda Tanya Besar. (Sabtu, 15/10/25)..
Hal ini terpantau saat tim media melakukan pemantauan di lokasi. Saat ditanya, Salah satu petugas keamanan tidak bisa memberikan keterangan terkait lahan tersebut.
“Saya baru kerja bg, tidak tau masalah lahan silahkan hubungi Bang Agus yang Penjaganya,” ucap salah satu sumber di lokasi.

Papan Nama Proyek
Dari Papan Proyek tertulis Pengembangnya PT Limas Raya Griya.
Sementara Informasi menyebutkan bahwa proyek reklamasi tersebut diduga belum dilengkapi dokumen seperti:
Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL),
Izin pemanfaatan ruang laut, maupun Rekomendasi teknis dari otoritas berwenang.
Bila hal itu benar, maka aktivitas tersebut jelas melanggar ketentuan tatakelola ruang dan pengelolaan wilayah pesisir sesuai regulasi nasional.
Yang tertuang dalam Undang‑Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang menyatakan bahwa pemanfaatan ruang sebagian perairan pesisir wajib memiliki Izin Lokasi (Pasal 16) dan Izin Pengelolaan (Pasal 19) jika menyangkut pemanfaatan sumber daya pesisir.
Dalam perubahan melalui Undang‑Undang Nomor 1 Tahun 2014 atas UU 27/2007, disebutkan bahwa Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan harus mempertimbangkan kelestarian ekosistem pesisir dan masyarakat nelayan tradisional. (Pasal 17 UU 27/2007 sebagaimana telah diubah).
Sanksi terhadap pemanfaatan ruang pesisir tanpa izin diatur dalam Pasal 75 UU 27/2007 yang menyebut: “Setiap orang yang memanfaatkan ruang dari sebagian perairan pesisir yang tidak memiliki Izin Lokasi dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00.”
Peraturan pelaksana seperti Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2023 (contoh terkini untuk RZWP-3 K) dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 54/PERMEN‑KP/2020 mengatur lebih lanjut tentang Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan Perairan di wilayah pesisir dan pulau-kecil.
Sanksi pidana bagi pelaku Reklamasi bisa terancam pidana mencapai 10 tahun penjara, sebagaimana diatur dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pelaku reklamasi ilegal dapat dikenai denda, bahkan hingga Rp10 miliar, tergantung pada beratnya pelanggaran.
Sanksi administratif
Peringatan bertahap: Pelanggar akan diberikan peringatan bertahap (misalnya, tiga kali peringatan dalam satu bulan).
Pembekuan atau pencabutan izin: Jika pelanggaran tidak dipenuhi, izin bisa dibekukan atau dicabut.
Penutupan lokasi: Kegiatan ilegal bisa dihentikan dengan
penutupan lokasi.
Biaya pemulihan: Pelaku wajib menanggung biaya pemulihan atau pembongkaran bangunan ilegal, yang bisa diambil dari denda yang belum dibayar.
Izin reklamasi yang diperlukan adalah Izin Pelaksanaan Reklamasi dan Izin Lokasi. Pengurusan izin ini bergantung pada lokasi reklamasi.
Izin-izin ini membutuhkan berbagai persyaratan administratif dan teknis.
Persyaratan teknis dan lainnya
Surat pernyataan kesanggupan untuk menyerahkan lahan sekian persen dari hasil reklamasi kepada Penyelenggara Pelabuhan untuk kepentingan pemerintah
Surat rekomendasi dari Syahbandar, Distrik Navigasi, dan Otoritas Pelabuhan (tergantung lokasi).
Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi atau izin sejenisnya dari penyedia material reklamasi, atau surat perjanjian dengan penyedia material.
Kontrak kerja antara pemilik dan pelaksana kegiatan.
Surat pernyataan bahwa lahan hasil reklamasi akan digunakan untuk menunjang usaha pokok bagi pengelola Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) atau Terminal Khusus (TERSUS)
Studi analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) atau upaya pengelolaan lingkungan-upaya pemantauan lingkungan (UKLUPL)
Permasalahan dan Dampak:
Warga mengkhawatirkan dampak negatif yang ditimbulkan oleh reklamasi, terutama kerusakan hutan bakau (mangrove) yang merupakan bagian penting dari ekosistem lokal dan sumber mata pencaharian, seperti nelayan, yang pendapatannya menurun akibat perubahan ekosistem dan jalur kapal.
Respons Pemerintah dan Pihak Berwenang, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) agar bertindak tegas terhadap beberapa proyek reklamasi di Batam yang dianggap ilegal atau tidak berizin, dengan menutup atau menghentikan sementara kegiatan tersebut. diminta Ombudsman Kepulauan Riau juga mengusut masalah reklamasi yang bermasalah di Batam.
Jika hal ini benar adanya Reklamasi, maka Pelaku Pengembang bisa melanggar UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sanksi pidana untuk reklamasi tanpa izin lingkungan diatur dalam pasal-pasal di undang-undang ini, terutama Pasal 36.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Mengatur prosedur peringatan bertahap bagi pelanggar, seperti yang terdapat pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 25 Tahun 2019.
Hingga berita ini diterbitkan, tim media masih melakukan konfirmasi kepada Pemkot Batam, BP Batam, DLH, Dan Pengelola. /Tim
Lokasi Proyek dekat Kampung Nelayan, Tj. Uma Lubuk Baja













