Lembaga Swadaya Masyarakat Dorong Tindakan Cepat atas Kasus Perundungan di SMP Negeri 1 Tuhemberua

TEAMLIBAS.com | Tuhemberua, Nias Utara – Sabtu, 26 Oktober 2024 – Seorang siswa kelas 1 di SMP Negeri 1 Tuhemberua, Kabupaten Nias Utara, menjadi korban perundungan dan pengeroyokan yang dilakukan oleh belasan siswa dari berbagai tingkatan kelas. Akibatnya, korban mengalami luka lebam di bagian kepala dan kaki, serta trauma psikologis yang serius. Kejadian ini, yang terjadi pada hari Sabtu, 26 Oktober 2024, mendapat perhatian luas dari masyarakat setempat dan berbagai pihak, termasuk lembaga swadaya masyarakat.

Kasus perundungan ini melibatkan belasan siswa yang berasal dari kelas 1 hingga kelas 3 SMP. Korban yang baru duduk di bangku kelas 1 tersebut mengalami penganiayaan fisik yang cukup parah setelah dikeroyok oleh beberapa pelaku. Selain luka fisik yang terlihat, korban juga diduga mengalami trauma psikologis berat akibat perundungan yang terjadi.

Meskipun pihak sekolah telah mencoba untuk menyelesaikan masalah ini secara internal, orang tua korban merasa bahwa upaya tersebut tidak cukup memadai. Mereka merasa bahwa pihak sekolah tidak bertanggung jawab penuh atas kejadian tersebut, sehingga mereka melaporkan kasus ini ke Polres Nias untuk mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum.

Pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Nias Utara, melalui Sekretaris Dinas Pendidikan Hasambua Harefa, dalam wawancara dengan awak media pada Jumat, 9 November 2024, mengungkapkan bahwa mereka belum menerima laporan resmi mengenai kasus perundungan yang terjadi di SMP Negeri 1 Tuhemberua. Hasambua menyatakan bahwa kepala sekolah dan pihak sekolah belum melaporkan kejadian tersebut, baik secara lisan maupun tertulis kepada Dinas Pendidikan.

“Untuk saat ini, kami pihak dinas pendidikan belum menerima laporan apapun terkait kasus perundungan yang terjadi di SMP Negeri 1 Tuhemberua,” ujar Hasambua. Ia menambahkan bahwa Dinas Pendidikan akan menunggu proses yang dilakukan oleh pihak sekolah, karena sekolah memiliki prosedur dan mekanisme dalam menangani permasalahan kekerasan di lingkungan pendidikan.

Kasus ini juga mendapat sorotan dari Lembaga Swadaya Masyarakat Kemilau Cahaya Bangsa Indonesia (LSM KCBI). Agri Helpin Zebua, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah LSM KCBI Kepulauan Nias, mendesak agar pihak sekolah segera mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku perundungan. Ia menegaskan bahwa pihak sekolah harus bertanggung jawab atas kejadian ini karena lembaga pendidikan memiliki kewajiban untuk menjaga keselamatan dan kesejahteraan siswa, baik fisik maupun psikologis.

“Sekolah memiliki tanggung jawab besar untuk melindungi siswa dari segala bentuk kekerasan. Kasus ini bukan hanya melibatkan kekerasan fisik, tetapi juga dapat menimbulkan trauma jangka panjang bagi korban,” ungkap Agri Helpin Zebua kepada awak media.

Zebua juga mengingatkan pihak sekolah untuk segera melakukan penyelidikan yang transparan terhadap kasus ini, serta memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku perundungan. Selain itu, ia mengimbau agar sekolah menyediakan layanan psikologis bagi korban untuk membantu proses pemulihan dari trauma yang dialami.

Agri Helpin Zebua mengutip beberapa peraturan yang mengatur tentang perlindungan anak dan kewajiban sekolah untuk menjaga lingkungan yang aman. Beberapa regulasi yang disebutkan adalah:

– Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang menegaskan bahwa setiap anak berhak dilindungi dari kekerasan fisik dan psikologis.

– Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar Pendidikan Dasar, yang mewajibkan sekolah menyediakan lingkungan yang aman bagi peserta didik.

– Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)**, yang mengatur tentang tindak pidana penganiayaan dan pengeroyokan.

– Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanganan Perundungan di Satuan Pendidikan, yang mewajibkan sekolah untuk memiliki kebijakan efektif dalam menangani perundungan.

Zebua juga mendesak pihak sekolah untuk mengevaluasi kebijakan pengawasan dan pencegahan perundungan agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan. “Jika pihak sekolah gagal menangani masalah ini dengan serius, kami akan mempertimbangkan langkah hukum lebih lanjut,” tegas Zebua.

Kasus perundungan di SMP Negeri 1 Tuhemberua ini memberikan pelajaran penting mengenai pentingnya menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, bebas dari kekerasan, dan mendukung perkembangan psikologis siswa. Masyarakat berharap agar pihak sekolah, Dinas Pendidikan, dan aparat penegak hukum dapat bekerja sama untuk menangani kasus ini dengan serius, dan memastikan bahwa kejadian serupa tidak terulang di masa depan.

Sebagai penutup, Agri Helpin Zebua mengingatkan bahwa sekolah harus menjadi tempat yang aman bagi siswa untuk belajar dan berkembang, bukan sebaliknya menjadi tempat terjadinya kekerasan. “Kami berharap pihak sekolah segera mengambil langkah-langkah yang sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk memastikan keselamatan siswa,” katanya.

Kasus ini kini terus berkembang, dengan pihak berwajib diharapkan segera memberikan kejelasan dan perlindungan hukum kepada korban. /K.Gea